Langkat –METROLANGKAT.COM
Sorotan tajam kembali tertuju pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Langkat.
Meskipun berbagai persoalan serius mencuat dari waktu ke waktu, kepala dinas (Kadis) yang memimpin institusi tersebut tampaknya tetap “kebal hukum”.
Isu pungutan liar (pungli) hingga penyimpangan anggaran menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan pelaku usaha jasa konstruksi.
Pungli Fee Proyek hingga Biaya Surat-Menyurat
Salah satu isu utama yang kerap menjadi gunjingan adalah pungutan liar yang dilakukan kepada rekanan atau pemborong.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, rekanan yang ingin mendapatkan proyek pekerjaan wajib menyetorkan sejumlah uang sebagai “fee” di muka.
Tidak berhenti di situ, mereka juga diwajibkan membayar biaya tambahan untuk keperluan lain, seperti penandatanganan dokumen atau surat-surat.
“Sudah seperti tradisi. Kalau mau dapat pekerjaan, harus ada setoran dulu.
Belum lagi pungutan lain yang selalu diminta,” ujar seorang rekanan yang enggan disebutkan namanya.
Dilaporkan ke Polisi, Kasus Masih Penyidikan
Kasus terbaru yang menghebohkan adalah pelaporan oknum Kadis PUPR ke Polres Langkat oleh seorang rekanan.
Menurut informasi dari Kasat Reskrim Polres Langkat, kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
Namun, belum ada perkembangan signifikan yang disampaikan kepada publik, sehingga menimbulkan kesan adanya perlindungan terhadap pelaku.
Temuan BPK dan Penyimpangan Anggaran
Tidak hanya pungli, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga mengungkapkan banyaknya ketidaksesuaian volume pekerjaan dengan anggaran yang telah dikeluarkan.
Hal ini mengindikasikan adanya penyimpangan serius dalam pelaksanaan proyek.
Bahkan, beberapa proyek memerlukan pengembalian uang akibat penyimpangan tersebut.
Peran Bawahannya dalam Mengamankan APH
Hasil investigasi wartawan mengungkapkan bahwa AG, salah satu bawahan Kadis PUPR, memiliki peran besar dalam “mengamankan” kasus ini.
AG diduga bertindak sebagai penghubung sekaligus lobi ke Aparat Penegak Hukum (APH).
Beberapa sumber menyebutkan bahwa AG berhasil mengondisikan sejumlah pihak di APH, sehingga proses hukum yang melibatkan Kadis dan bawahannya berjalan lamban atau bahkan mandek.
“Selama ini, AG selalu bergerak untuk mengamankan semuanya.
Itu sebabnya mereka terlihat masa bodoh meski banyak sorotan,” ujar seorang sumber yang tak ingin disebutkan namanya.
Harapan Penindakan dari APH Tingkat Tinggi
Melihat situasi yang terus berulang, masyarakat Langkat berharap adanya intervensi dari APH di tingkat lebih tinggi untuk menyelidiki kasus ini secara tuntas.
Jika dibiarkan, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di Dinas PUPR Langkat akan terus berlanjut tanpa hambatan.
“Kami butuh tindakan nyata dari lembaga penegak hukum yang lebih tinggi.
Hanya dengan begitu, konspirasi jahat ini bisa terungkap, dan Kabupaten Langkat bisa terbebas dari praktik kotor ini,” tegas seorang tokoh masyarakat.
Masyarakat berharap keadilan dapat ditegakkan demi menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi di Kabupaten Langkat.(red)