Gambar : Pengurus PWI Langkat, Rahmad Fadli Sirait S.Sos yang melaporkan dugaan Korupsi angaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 Ke Kejagung.(Ist)
Jakarta – METROLANGKAT.COM
Tiga tahun berlalu, namun bau busuk dugaan korupsi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 untuk program Padat Karya Penanaman Mangrove belum juga hilang. Total anggaran yang digelontorkan pemerintah pusat melalui Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) mencapai Rp1,523 triliun lebih.
Program yang diklaim sebagai stimulus ekonomi rakyat pesisir itu justru menyisakan tanda tanya besar. Dugaan praktik kongkalikong hingga penyalahgunaan anggaran menyeruak dari berbagai daerah, termasuk Sumatera Utara dan Riau.
Dari Sumut ke Kejagung
Seorang wartawan asal Sumut, Rahmad F Sirait, yang juga merupakan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Langkat, akhirnya melangkah berani: melaporkan langsung dugaan korupsi ini ke Kejaksaan Agung RI.
Bukan tanpa alasan, hampir tiga tahun laporan dan pemberitaan soal dugaan penyimpangan ini seolah “ditidurkan” oleh aparat penegak hukum di daerah.
Investigasi lapangan yang dilakukan Rahmad menemukan fakta: dari total triliunan rupiah dana mangrove, Sumut mendapat jatah ratusan miliar rupiah. Dana itu dikucurkan melalui jaringan birokrasi dengan Sekretaris BRGM Dr. Ir. Ayu Dewi Utari, M.Si. sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Ia menunjuk dua pejabat dari BPDAS HL Wampu Sei Ular serta Asahan Barumun sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Skema yang Dipertanyakan
Dalam ulasan komprehensif media e-news.id, terungkap adanya dugaan pemufakatan jahat yang melibatkan pejabat negara hingga penerima manfaat proyek. Alih-alih memberdayakan masyarakat, dana jumbo itu diduga hanya menjadi “bancakan” elite dan kelompok tertentu.
Proyek yang semestinya menyerap tenaga kerja lokal untuk penanaman mangrove, di lapangan justru memunculkan cerita miring: pekerja fiktif, realisasi yang tak sesuai target, hingga pembengkakan biaya.
Suara dari Riau: Korupsi Berjamaah?
Laporan Rahmad F Sirait bukan satu-satunya. Di Bengkalis, Riau, organisasi masyarakat DPN PETIR ikut mengadukan kejanggalan serupa.
Ketua DPN PETIR, Jackson Sihombing, bahkan menyebut terang-terangan bahwa proyek ini sarat “korupsi berjamaah”. Dari total anggaran nasional, Bengkalis saja disebut menerima Rp462,2 miliar. Angka fantastis ini dikucurkan melalui BRGM dengan dalih pemulihan ekonomi, namun hasilnya dipertanyakan.
“Gelontoran dana itu ada, tapi bagaimana realisasinya? Publik perlu tahu apakah benar untuk rakyat atau justru dinikmati segelintir pihak,” kata Jackson dalam diskusi publik di Pekanbaru.
Mengapa Kejagung Harus Bertindak
Kini, dengan adanya dua laporan resmi—dari Rahmad F Sirait (pengurus PWI Langkat) dan ormas di Riau—bola panas berada di tangan Kejagung RI. Skema anggaran yang menyentuh angka triliunan rupiah ini jelas bukan proyek kecil.
Jika benar ada praktik korupsi, maka kasus ini berpotensi menjadi skandal nasional. Sebaliknya, jika dibiarkan mengendap, publik akan terus menaruh curiga bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.(Yong/ril)