Stabat – METROLANGKAT.COM
Aroma busuk dugaan permainan proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Langkat kembali menyeruak. Nama seorang Kepala Bidang (Kabid) berinisial De kembali menjadi sorotan.
Ia disebut-sebut sebagai “pemain lama” yang mengatur jalannya proyek, mulai dari paket pekerjaan hingga pengutipan fee yang wajib disetor rekanan.
Seorang rekanan yang enggan identitasnya dipublikasikan mengungkapkan, De bertindak sebagai perpanjangan tangan Kepala Dinas (Kadis) PUPR.
Dialah yang menghubungi, melobi, sekaligus menentukan nasib kontraktor yang ingin mendapatkan pekerjaan.
“Pemainya masih yang lama, ya dia-dia juga (De, red),” ungkap sumber itu kepada media ini, Jumat (19/9) di Stabat.
Menurut sumber tersebut, sebelum proyek dijalankan, rekanan terlebih dahulu dipaksa menyetorkan uang muka alias “fee proyek”. Besarannya disebut mencapai 15 persen dari nilai kontrak. “Kalau tidak setor, jangan harap bisa dapat proyek,” tambahnya.
Formalitas Lelang di LPSE
Ironisnya, proses lelang yang semestinya transparan melalui laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) diduga hanya sebatas formalitas.
Nama pemenang tender dan siapa pemilik paket proyek sudah diatur jauh-jauh hari oleh De.
Kondisi ini membuat banyak kalangan apatis terhadap kualitas pembangunan infrastruktur di Langkat.
“Bagaimana bisa proyek berkualitas, kalau sejak awal saja mekanismenya sudah kotor,” kata seorang pengamat lokal yang enggan disebut namanya.
Jejak Lama dan Koneksi
De bukanlah nama baru dalam pusaran dugaan praktik gratifikasi. Sosoknya sempat terseret dalam kasus yang menyeret mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin, saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun melakukan penyidikan. Namun, entah bagaimana, ia berhasil lolos dari jeratan hukum.
Kini, meski badai kasus korupsi di Langkat sempat menyita perhatian nasional, praktik lama diduga masih terus berlanjut.
De disebut-sebut tetap menjadi “pemain lapangan” handal yang mengatur arus uang dan proyek di PUPR.
Kualitas Pembangunan Dipertaruhkan
Banyak pihak khawatir, praktik semacam ini hanya akan menghasilkan proyek asal jadi, karena rekanan dipaksa mengeluarkan modal besar sejak awal.
Akibatnya, kualitas bangunan rawan dikorbankan demi menutupi setoran fee.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Dinas PUPR Langkat belum memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan praktik pengaturan proyek ini.
Sementara, publik mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan dan KPK, turun tangan membongkar praktik kotor yang diduga masih subur di tubuh birokrasi Langkat.(Upek london)