Binjai – metrolangkat.com
Sengketa antara keluarga almarhum Kelana Sitepu dan salah satu bank swasta serta perusahaan asuransi jiwa di Kota Binjai masih terus berproses di Pengadilan Negeri Binjai.
Pihak keluarga menggugat kedua lembaga tersebut atas dugaan kelalaian dalam memenuhi kewajiban pencairan klaim asuransi jiwa, meskipun Kelana Sitepu—selaku nasabah—telah meninggal dunia.
Berdasarkan pantauan awak media, perkara ini terdaftar dengan nomor 8/Pdt.G/2025/PN Bnj pada 11 Maret 2023, dan kini ditangani langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Binjai, Hakim Mukhtar.
Para penggugat adalah ahli waris almarhum, yaitu Edi Rianta Sitepu, Dikki Heriawan Sitepu, Tommy Efendi Sitepu, dan Neta Nopiana Sitepu.
Kuasa hukum keluarga, Darman Yosef Sagala, menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada 12 Mei 2014.
Saat itu, Kelana Sitepu menandatangani perjanjian kredit dengan salah satu bank swasta untuk pinjaman modal kerja sebesar Rp 325 juta, dengan jangka waktu 48 bulan yang seharusnya berakhir pada 12 Mei 2018.
Sebagai bagian dari kesepakatan kredit, almarhum juga mengikuti program asuransi jiwa yang ditawarkan oleh bank, yang dimaksudkan sebagai jaminan pelunasan sisa utang jika terjadi risiko kematian.
Namun, menurut Darman, masalah mulai muncul saat perjanjian kredit mengalami beberapa kali perubahan tanpa penjelasan memadai kepada ahli waris.
Perubahan pertama terjadi pada 16 April 2015, diikuti perubahan kedua pada 23 Desember 2015.
“Bahkan saat itu pihak bank menemui orang tua para ahli waris, menjanjikan keringanan angsuran jika membayar Rp 1 juta.
Tapi janji itu tidak ditepati. Justru, masa pinjaman diperpanjang sepihak,” ujar Darman Yosef pada Jumat (18/4).
Ia juga mengungkapkan bahwa perubahan perjanjian dilakukan saat almarhum dalam kondisi sakit parah, hingga akhirnya meninggal dunia pada 2017.
“Restrukturisasi kredit dalam kondisi debitur tidak sehat secara fisik dan mental bertentangan dengan hukum. Ini bentuk penyalahgunaan keadaan,” tegas Darman.
Ia menambahkan, setelah Kelana meninggal dunia, pihak bank tidak mengajukan klaim ke perusahaan asuransi.
Akibatnya, klaim tidak bisa diproses karena prosedur mensyaratkan pengajuan dari pihak bank.
“Ini jelas mengecewakan. Apalagi ahli waris tidak pernah diberitahu bahwa ada utang yang harus diselesaikan, tapi justru menerima tagihan dan ancaman lelang atas aset,” ucapnya.
Mediasi di Pengadilan Negeri Binjai pun telah dilakukan dua kali, namun belum membuahkan hasil.
Dalam mediasi pertama, hakim mediator Maria Mutiara sudah meminta bank membawa dokumen lengkap.
Namun pada mediasi kedua, yang digelar pada 15 April 2025, pihak bank kembali tidak melengkapi dokumen yang diminta, termasuk surat kuasa.
Melalui gugatan ini, keluarga Sitepu menuntut agar:
- Pihak bank menyatakan utang almarhum telah lunas karena adanya asuransi;
- Proses lelang atas aset almarhum dibatalkan;
- Klaim asuransi segera dicairkan;
- Ganti rugi material sebesar Rp 2,7 miliar dan ganti rugi immateril senilai Rp 20 miliar dibayarkan.
Perkara ini menjadi sorotan publik karena menyangkut perlindungan konsumen dalam transaksi perbankan dan asuransi. Proses hukum masih terus berlanjut.(yg/rel)