Opini :Yong Ganas >>
Hari yang seharusnya menjadi puncak kegembiraan bagi Negeri Bertuah pada perayaan ulang tahunnya yang ke-275 berubah menjadi lembaran hitam dalam sejarah kerajaan.
Suasana yang mestinya penuh suka cita kini diliputi awan gelap kegelisahan akibat skandal besar yang mengguncang fondasi kekuasaan.
Alun-alun istana yang biasanya menjadi simbol kemegahan kini tak ubahnya seperti danau kecil akibat hujan deras yang terus mengguyur tanpa henti, seolah alam pun menangis menyaksikan prahara yang melanda.
Tiga hari sebelum perayaan, kabar mengejutkan datang: dua menteri kerajaan, yakni Menteri Pendidikan dan Menteri Kepegawaian, bersama tiga pungawa mereka, ditahan atas tuduhan korupsi dalam seleksi tenaga pengajar.
Penangkapan ini bukan sekadar isu biasa; ia mengguncang kepercayaan rakyat terhadap para pemimpinnya, terlebih karena kasus ini diyakini dapat menyeret Raja Birat, pemimpin yang baru terpilih.
Raja dalam Tekanan
Dapat dipastikan, Raja Birat kini berada dalam situasi yang sangat terjepit.
Secara moral, skandal ini mencoreng marwah kepemimpinannya.
Secara psikologis, ia berada di bawah tekanan luar biasa.
Harapan rakyat yang begitu besar kini berbenturan dengan realitas pahit yang membuat mereka mempertanyakan, apakah Raja benar-benar tidak mengetahui praktik kotor yang dilakukan oleh para bawahannya?
Ataukah ia diam-diam memberikan restu demi kelangsungan kekuasaan?
Waktu penabalan Raja hanya tersisa dua bulan. Dalam kurun waktu yang singkat ini, segala kemungkinan bisa terjadi.
Jika bukti yang mengaitkan Raja dengan skandal ini muncul, maka mimpi untuk duduk di singgasana akan sirna, dan istana akan tercoreng selamanya.
Namun, banyak pihak masih berharap keadilan akan berpihak pada Raja, dan hanya dua menteri beserta pungawa mereka yang akan mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Ketegangan di Dalam Istana
Di balik pintu-pintu istana, suasana semakin panas. Para penasihat kerajaan bekerja keras untuk mencari cara meredam kegaduhan.
Mereka sadar, satu langkah yang salah bisa membawa kehancuran, tidak hanya bagi Raja, tetapi juga bagi stabilitas Negeri Bertuah.
Namun, upaya ini terasa seperti mencoba menahan air bah dengan tangan kosong.
Sementara itu, masyarakat semakin resah. Mereka mulai mempertanyakan nilai-nilai moral dan religius yang selama ini menjadi kebanggaan Negeri Bertuah.
Apakah negeri ini masih bertuah? Masihkah berkah Tuhan diturunkan jika korupsi dan penyakit masyarakat merajalela?
Harapan yang Menipis
Banyak yang berdoa agar Raja Birat mampu membawa Negeri Bertuah keluar dari krisis ini.
Namun, doa tanpa tindakan nyata hanya akan menjadi harapan kosong.
Raja harus mengambil langkah tegas untuk menunjukkan bahwa ia berada di pihak rakyat, bukan di sisi mereka yang mencoreng kehormatan negeri.
Dalam dua bulan ke depan, nasib Raja Birat akan ditentukan.
Akankah ia mampu membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang bersih dan bijaksana, atau justru terseret dalam arus deras skandal yang bisa menenggelamkan segalanya?
Rakyat hanya bisa menunggu, dengan harapan yang semakin menipis, untuk melihat apakah Negeri Bertuah akan kembali bersinar, atau terus terpuruk dalam kegelapan masalah.(**)