Editorial |Yong Ganas
Langkat – METROLANGKAT.COM
Penggeledahan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat terkait dugaan korupsi pengadaan smart board senilai Rp50 miliar tahun anggaran 2024 patut diapresiasi.
Publik sudah lama menanti langkah konkret ini, mengingat kasus tersebut diduga sarat dengan rekayasa anggaran, pemaksaan politik, hingga praktik kotor yang menggerus uang rakyat.
Namun, yang lebih penting adalah: apakah penggeledahan ini benar-benar akan membuka aktor utama di balik proyek fantastis tersebut, atau justru berhenti pada “kambing hitam” yang sudah dipersiapkan?
Pernyataan Jonson David Sibarani, penasihat hukum mantan Kadis Pendidikan Langkat Saiful Abdi Siregar, memberi perspektif berbeda.
Ia menegaskan kliennya bukanlah otak pengadaan, melainkan korban tekanan kekuasaan.
Bahkan disebut ada tanda tangan yang dipalsukan, ancaman, hingga skenario anggaran yang tiba-tiba muncul dalam APBD Perubahan 2024.
Jika benar demikian, maka kasus ini bukan sekadar soal administrasi dinas, melainkan konspirasi politik dan kekuasaan.
Kejari Langkat tidak boleh terjebak dalam pola lama penegakan hukum yang hanya menyasar level teknis.
Publik berhak tahu siapa sebenarnya “penguasa” yang memaksa proyek ini berjalan, siapa yang menikmati keuntungan, dan bagaimana dana sebesar itu bisa melenggang mulus di tengah kebutuhan pendidikan yang lebih mendesak.
Kasus smart board adalah cermin betapa rawannya APBD dijadikan bancakan. Alokasi Rp50 miliar untuk satu jenis pengadaan di sektor pendidikan jelas tidak rasional, terlebih ketika isu kemiskinan dan infrastruktur dasar masih menjadi persoalan utama di Langkat.
Editorial ini berpandangan, Kejari harus berani menelusuri lebih jauh: ke ruang rapat anggaran, ke meja para pejabat politik, bahkan ke rumah-rumah pribadi mereka yang disebut-sebut terlibat.
Keadilan tidak boleh berhenti di level kadis atau pejabat teknis.
Jika benar ada rekayasa untuk kepentingan politik dan pribadi, maka inilah saatnya dibongkar terang-benderang.
Langkat sudah terlalu sering tercoreng kasus korupsi, dari suap kepala daerah hingga permainan proyek.
Kasus smart board bisa menjadi momentum: apakah hukum benar-benar tajam ke atas, atau hanya kembali tajam ke bawah?. (YG)