Editorial : Yong Ganas
Dalam politik, gestur seringkali lebih lantang berbicara dibandingkan kata-kata.
Sebuah foto yang memperlihatkan Adli Tama Hidayat Sembiring, calon Wakil Bupati Langkat nomor urut 2, dirangkul Ketua NasDem Sumut dan diapit Wakil Ketua Umum DPP NasDem, telah memicu perbincangan hangat di Langkat.
Foto itu bukan sekadar dokumentasi, melainkan simbol kekuatan politik dan sinyal strategi yang tersirat.
Adli Tama, yang sebelumnya tidak banyak dikenal, kini menjadi sorotan.
Dalam waktu kurang dari tiga bulan, ia muncul sebagai poros baru di Langkat, membawa harapan akan restorasi daerah bertuah ini.
Namun, yang menarik perhatian bukan hanya kiprah politiknya, melainkan posisi simbolisnya dalam foto bersama elite Partai NasDem.
Di tengah-tengah para pengambil keputusan penting, Adli Tama berdiri sebagai pusat perhatian, seolah menjadi poros yang menghubungkan NasDem dengan masa depan Langkat.
Keberadaan Adli Tama dalam posisi tersebut menimbulkan berbagai spekulasi. Mengapa seorang calon yang tidak diusung secara administratif oleh partainya justru mendapatkan dukungan simbolik seperti itu?
Apakah ini strategi NasDem untuk memperlihatkan fleksibilitas dan kekuatannya dalam merangkul kader potensial?
Ataukah ini sebuah pesan untuk lawan politik bahwa NasDem tetap hadir sebagai kekuatan dominan meskipun tanpa dukungan formal?
Sebagaimana disebutkan dalam status salah satu petinggi NasDem, “Menempatkan tokoh di tengah adalah strategi untuk memastikan semua mata tertuju.” Pernyataan ini bukan sekadar metafora.
Dalam politik, posisi di tengah berarti pengakuan atas pentingnya peran seseorang dalam memengaruhi kebijakan atau opini publik.
Adli Tama, yang maju sebagai calon Wakil Bupati Langkat tanpa dukungan administratif NasDem, justru menunjukkan kekuatannya untuk menarik perhatian elite politik.
Momentum makan siang yang diabadikan di Si Bolang Durian, Medan, 14 November 2024, adalah panggung politik yang dirancang dengan cermat.
Hadirnya elite seperti Wakil Ketua Umum DPP NasDem, Ketua NasDem Sumut, serta anggota DPRD dan DPR RI dari NasDem, memperkuat narasi ini.
Ini bukan sekadar pertemuan biasa, melainkan deklarasi tidak langsung tentang posisi strategis Adli Tama di panggung politik Sumatera Utara.
Langkah NasDem merangkul Adli Tama dapat dimaknai sebagai sinyal bahwa partai ini tidak sekadar bermain pada aspek administratif, tetapi juga pada kalkulasi politik jangka panjang.
Di Langkat, yang sedang mencari pemimpin dengan visi restorasi, Adli Tama menawarkan energi baru dan harapan akan perubahan.
Foto ini mungkin terlihat sederhana, namun maknanya jauh melampaui yang kasat mata.
Ini adalah pesan bahwa politik adalah seni membaca yang tersirat. Dalam pertarungan politik Langkat, foto ini adalah simbol kekuatan, strategi, dan harapan.
Jika Adli Tama mampu memanfaatkan momentum ini, ia tidak hanya akan menjadi pusat perhatian, tetapi juga kekuatan pengubah.
Langkat, siapkah menerima restorasi?