Binjai – Metrolangkat.com
Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Binjai (APMB) secara tegas meminta DPRD Kota Binjai untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna mengevaluasi dan merevisi Perda Penyelenggaraan Kepariwisataan. Tuntutan utama mereka adalah menghapus seluruh jenis permainan ketangkasan yang berpotensi menjadi sarana perjudian, kecuali permainan anak-anak.
Ketua Umum APMB, Oza Hasibuan, menyampaikan bahwa bentuk permainan seperti jackpot, tebak bola pingpong, dan tembak ikan sering disalahgunakan sebagai judi terselubung. Ia mendesak agar Pansus DPRD dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Binjai menyepakati penghapusan salah satu sub pasal dalam Perda yang mengatur permainan ketangkasan.
“Permainan mesin selain untuk anak-anak harus dihapus karena rawan dimanfaatkan jadi judi. Pengusaha harus punya TDUP (Tanda Daftar Usaha Pariwisata) yang jelas,” ujar Oza, Senin (7/4).
Menurutnya, pembahasan revisi Perda seharusnya melibatkan MUI dan Polres Binjai yang memiliki kewenangan memberi rekomendasi perizinan hiburan. Ia juga menyoroti lemahnya transparansi dalam pendataan arena permainan dan penghitungan retribusi pajaknya.
“Perlu diungkap berapa jumlah arena resmi dan berapa retribusi yang terkumpul dalam satu tahun. Apakah mereka punya Surat Izin Usaha Kepariwisataan (SIUK)?” tanyanya.
Oza juga mengkritisi tarif pajak hiburan yang hanya 10 persen, padahal di daerah lain permainan sejenis dikenai tarif hingga 50 persen. Menurutnya, klasifikasi pajak hiburan yang longgar hanya membuka celah manipulasi.
“Permainan seperti jackpot dan tembak ikan diklaim sebagai hiburan keluarga, padahal secara praktik adalah judi. Bahkan ada yang menang hingga puluhan juta dan uangnya ditransfer langsung ke rekening pemain,” ungkapnya.
Ia membeberkan bahwa Perda Kota Binjai No. 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah telah menimbulkan ambiguitas dengan menyamaratakan hiburan keluarga dan permainan berisiko tinggi. Ditambah lagi, Perwako No. 11 Tahun 2023 justru menetapkan permainan elektronik sebagai wahana anak-anak, yang memperburuk kerancuan.
Ironisnya, kata Oza, arena permainan ketangkasan kini justru marak di zona-zona terlarang seperti ruko, barak narkoba, dan kawasan permukiman.”Perwako malah melegitimasi permainan yang seharusnya dikendalikan. Faktanya, mereka beroperasi di zona abu-abu, dan sampai Maret 2025, belum ada penindakan,” tegasnya.
Sementara itu, Rian, seorang warga Binjai, menyebut potensi pajak yang hilang akibat klasifikasi keliru bisa mencapai puluhan miliar rupiah per tahun. “Kalau jackpot dan tembak ikan hanya dikenakan 10 persen, itu manipulasi besar. Nilai kehilangan untuk daerah luar biasa,” katanya.
Oza juga mendesak agar Perda dan Perwako direvisi secara menyeluruh dan dilakukan audit mendalam oleh BPK dan Kejaksaan Negeri Binjai. “Tanpa regulasi yang jelas, pendapatan pajak bisa jadi angka semu. Ini bukan hanya soal uang daerah, tapi soal melindungi masyarakat dari praktik perjudian yang disamarkan secara legal,” pungkasnya.(kus)