Opini >> Yong Ganas
Di Negeri Kelayau yang berhiaskan gunung-gunung menjulang dan lembah-lembah indah, ketegangan kembali melanda istana.
Raja Kejab boh, yang pernah memerintah dan kini ingin merebut kembali tahtanya, menggunakan segala cara untuk memastikan dirinya kembali berkuasa.
Sejak mengumumkan pencalonannya, intrik di kerajaan semakin dalam. Di hari yang berawan pada tanggal 26 Bulan Sembilan, Raja Kejab Boh memanggil seluruh menteri kerajaan untuk sebuah pertemuan rahasia di Istana Kelayau.
Dalam pertemuan itu, sang raja memberikan instruksi yang mencerminkan kekuasaan lama yang ingin ia kembalikan.
Para menteri, termasuk Menteri Tanaman dan Pangan, diminta untuk memastikan seluruh rakyat di kampung-kampung kecil, terutama petani dan nelayan, mendukung pencalonannya.
Koordinator Pembangunan Wilayah yang mengurusi seluruh kampung di Kelayau diberikan tugas khusus: mereka harus menjadi penghubung antara kerajaan dan rakyat untuk memuluskan jalan Raja Kejab Boh kembali bertahta.
Namun, tak cukup hanya dengan instruksi di ruang istana. Raja Kejab Boh memerintahkan para kurir istana untuk menyusup sebagai pembisik di kampung-kampung.
Kurir-kurir ini, yang dikenal lincah dan piawai, diam-diam mendekati para pemimpin kelompok tani, nelayan, dan pengrajin, membujuk mereka untuk mendukung sang raja.
Di desa-desa yang damai, bisikan ini menyebar seperti api. Para kurir berkata, “Jika Raja Kejab boh kembali, kesejahteraan akan meningkat, hasil panen berlimpah, dan kerajaan akan makmur.”
Namun, rakyat Kelayau tidak semuanya buta akan permainan ini. Banyak yang mulai merasa gelisah. Mereka tahu bahwa raja seharusnya dipilih dengan jujur, dan bukan karena bisikan-bisikan rahasia.
Beberapa tetua desa dan penasihat kerajaan mulai mempertanyakan tindakan ini. “Ini adalah pelanggaran terhadap aturan kerajaan yang suci,” bisik salah satu pemimpin desa.
“Raja seharusnya terpilih dengan hati rakyat, bukan karena tekanan atau paksaan.”
Intrik semakin mendalam ketika seorang anggota kelompok tani mengungkapkan bahwa Menteri Tanaman dan Pangan telah secara langsung memerintahkan mereka untuk mendukung Raja Kejab boh.
Para tetua desa mulai resah, bertanya-tanya apakah kerajaan masih adil dan merdeka, atau apakah ia kini hanya menjadi alat ambisi pribadi.
Sementara itu, di sudut-sudut kerajaan, rakyat berbisik tentang pertemuan rahasia yang direncanakan antara para pemimpin kelompok tani dan Raja Kejab boh.
Pertemuan ini, yang dikabarkan akan menentukan arah dukungan, membuat banyak pihak curiga.
Mereka takut bahwa jika bisikan ini terus dibiarkan, Negeri Kelayau tidak lagi akan menjadi negeri yang adil dan merdeka, melainkan kerajaan yang dikuasai oleh segelintir pembisik.
Di tengah kegelisahan ini, rakyat berharap pada Dewan Penjaga Kerajaan untuk turun tangan dan menyelidiki dugaan kecurangan ini.
Apakah Dewan akan bertindak? Atau apakah kekuasaan Raja Kejab boh akan terus mempengaruhi setiap sudut kehidupan di Kelayau?
Dengan penuh harap, rakyat menantikan keadilan yang mungkin masih tersisa di Negeri Kelayau.(***)