Aidil Ilham Lubis, SE—nama ini mungkin terdengar biasa saja di telinga pejabat di Langkat. Tapi kalau mau jujur, anak muda inilah salah satu contoh mimpi waras di tengah kebiasaan kotor bernama nepotisme.
Aidil ini bukan sekadar pandai berkata. Sejak 2014 dia sudah bikin Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS) di Langkat. Fokusnya? Bukan seminar omong kosong, tapi betulan ngajar IT ke anak-anak muda di kampungnya. Dulu orang nyinyir: “Mana ada orang Langkat mau belajar komputer!”
Sekarang? Anak-anak Langkat sudah banyak kerja di swasta, BUMD, bahkan berani buka usaha sendiri. Satu anak belajar—bisa buka pintu rezeki buat orang lain. Itu fakta, bukan janji politik.
Tapi lihat sekarang. Aidil lagi daftar seleksi direksi PT. PERSERODA LANGKAT SETIA NEGERI. Di atas kertas, dia mestinya cocok: muda, terdidik, punya rekam jejak membangun SDM lokal. Tapi di Langkat ini kadang bukan soal siapa paling mampu—tapi siapa paling dekat.
Hayo ngakui, 99% daftar nama yang muncul di seleksi itu orang-orang “dekat” penguasa. Di ujung tes, kabarnya juga bukan soal gagasan, tapi soal “wawancara langsung dengan Bupati.” Lucu tapi nyata. Ini negeri di mana orang berilmu bisa kalah sama yang pegang “surat sakti”—orang dalam.
Aidil ini bukan pendukung Bupati saat Pilkada lalu. Itu juga fakta. Jadi mau munafik bagaimana pun, orang akan bertanya: “Serius dia bisa lolos?”
Kebiasaan buruk ini sudah jadi kutukan panjang di banyak daerah. Yang ngelamar direksi BUMD bukan buat bangun BUMD, tapi buat bagi-bagi jatah. Anak-anak muda yang tulus mau bangun tanah kelahirannya malah dipelintir jadi “pelengkap derita.”
Padahal kalau mau jujur, ini momentumnya Langkat berubah. Penduduk usia kerja di Langkat lebih dari 600 ribu jiwa. Tiap tahun ada 15–20 ribu angkatan kerja baru. Kalau nggak disiapin skill, mau dikemanain mereka? Jadi beban sosial? Jadi angka pengangguran?
Aidil punya mimpi: anak muda Langkat harus siap pakai di segala cuaca, handal di bidangnya. Bukan jadi penonton di tanah sendiri. Ini mimpi yang sebenarnya juga ada di visi-misi Bupati Langkat soal pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kualitas SDM.
Masalahnya, berani nggak pemerintah daerah (dan khususnya BUMD seperti PERSERODA) mewujudkan itu? Berani nggak buka kemitraan dengan lembaga pelatihan lokal? Bikin program magang, kerja sama rekrutmen, proyek inovasi? Atau maunya cuma proyek bagi-bagi jabatan buat teman sendiri?
Aidil sudah bilang dia siap: siap latih, siap saring, siap cetak SDM lokal. Tapi pemerintah juga jangan pura-pura siap kalau nyatanya yang dilolosin cuma yang punya backing politik.
Jangan cuma nunggu investor dari luar. Anak kampung sendiri juga harus dikasih panggung. Kalau BUMD serius serap tenaga kerja lokal, dampak ekonominya langsung ke rakyat. Ini bukan soal gengsi, tapi soal tanggung jawab.
Di negeri ini, yang berilmu sering kalah sama yang “punya orang dalam.” Hehehe… sudah rahasia umum. Tapi kalau mau Langkat berubah, ya harus mulai berani bilang cukup!
Aidil Ilham Lubis mungkin nggak sempurna. Tapi setidaknya dia mau berdiri dan bilang: “Anak muda Langkat harus berani ambil kesempatan.” Itu sikap yang langka.
Jadi sekarang terserah kita. Mau terus pelihara sistem bejat yang hanya kasih tempat buat orang dekat? Atau mau kasih ruang buat anak-anak muda yang mau bekerja nyata?
Karena kalau bukan kita yang berubah, siapa lagi?
Dan kalau bukan sekarang, kapan lagi?….– Yong Ganas