Langkat – Metrolangkat.com
Ada yang berubah di Langkat. Bukan karena keramaian, melainkan karena kesunyian yang mulai retak oleh derap langkah aparat. Tanpa sirine, tanpa kamera, hanya data dan tekad sebagai senjata.
Dalam tempo sebulan—Mei 2025—Polres Langkat mencatatkan sejarah operasi senyap: 32 kasus narkotika diungkap, 42 tersangka ditangkap, dan jalur-jalur gelap mulai tersingkap.
Peta Hitam di Balik Hijau
Langkat bukan sekadar lumbung sawit dan ladang semangka. Di balik hijaunya hamparan kebun, terbentang jalur distribusi narkotika yang selama ini tersembunyi.
Sebuah peta hitam yang perlahan dipreteli oleh unit-unit kecil yang bergerak diam-diam.
Dari kawasan perkotaan Stabat hingga ke pelosok Pangkalan Susu dan Tanjung Pura, satu demi satu titik api diberangus.
Barang bukti bukan isapan jempol:
61,02 gram sabu,
20 butir ekstasi,
2.295,52 gram ganja.
Angka-angka yang, jika tidak dicegat, akan mengalir ke sekolah-sekolah, kampung nelayan, hingga pusat kota. Ini bukan hanya operasi, tapi peringatan.
Wajah-Wajah Tertangkap: Potret Kelam dan Jaringan Gelap
Dari 42 tersangka, 38 pria dan 4 perempuan, rentang usia mereka mencerminkan betapa luasnya daya rusak narkoba. Beberapa terdeteksi sebagai kurir lintas daerah.
Sebagian lainnya, residivis yang kembali ke bisnis haram karena desakan ekonomi atau perlindungan dari oknum-oknum tak kasat mata.
Belum ada pengungkapan nama besar, tapi Polres Langkat memastikan bahwa investigasi tidak berhenti di permukaan. “Beberapa dari mereka bukan pemain tunggal.
Ada struktur. Ada pola. Dan kami sedang menggambarnya,” ujar salah satu petugas yang enggan disebut namanya.
Polisi vs Kepercayaan Publik: Antara Capaian dan Skeptisisme
Di tengah sorotan publik atas lemahnya penegakan hukum di masa lalu, Kapolres Langkat AKBP David Triyo Prasojo memilih jalur berbeda: diam-diam tapi berdampak. Ia menolak pencitraan.
“Silakan nilai sendiri. Kami tidak mengejar tepuk tangan. Kami kejar hasil,” tegasnya, Kamis (5/6/2025).
Langkah Polres ini muncul saat kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum sedang dalam ujian.
Apalagi Langkat selama ini dicurigai sebagai ‘jalur tenang’ untuk peredaran narkoba karena lokasinya yang strategis: dekat dengan laut, perbatasan Sumut-Aceh, dan minim kontrol di beberapa wilayah.
Antara Statistik dan Strategi: Apakah Cukup?
Meski operasi ini berhasil mengamankan puluhan tersangka dan barang bukti, pertanyaannya adalah: berapa persen dari total peredaran yang sebenarnya berhasil disentuh?
Karena, sebagaimana di banyak daerah lain di Indonesia, narkotika bukan hanya soal kurir dan pemakai. Ini soal sistem, soal jaring kekuasaan dan modal.
Polres Langkat mengklaim ini baru permulaan. Tapi publik menunggu lebih: keterlibatan oknum? pemetaan sindikat? atau justru penangkapan nama-nama besar yang selama ini tak tersentuh?
Kesimpulan:
Langkat sedang bersih-bersih. Tapi seperti membersihkan rumah tua, yang muncul bukan hanya debu, tapi juga tikus yang bersembunyi. Operasi senyap ini adalah sinyal.
Tapi masyarakat masih menunggu: beranikah polisi naik satu tingkat lagi? Bukan hanya menangkap pelaku di jalanan, tapi juga membongkar aktor intelektual di balik layar?
Karena jika tidak, maka semua ini hanya akan menjadi angka. Dan seperti yang sering terjadi di negeri ini, angka mudah dilupakan.(yong)
















