Langkat – Metrolangkat.com
Di tengah meningkatnya tuntutan transparansi dan akuntabilitas penggunaan Dana Desa, publik kembali dibuat resah.
Kali ini datang dari Desa Sei Musam Kendit, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Dalam laporan penggunaan Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2023, tercatat pengeluaran sebesar Rp173.500.000 untuk program peningkatan produksi tanaman pangan—meliputi pengadaan alat produksi dan pengolahan pertanian, termasuk mesin penggilingan padi dan jagung.
Tapi persoalannya bukan soal nilai semata. Yang menjadi sorotan tajam: tidak ada sawah, tidak ada ladang jagung di desa ini.
Sei Musam Kendit adalah kawasan yang sepenuhnya dikelilingi perkebunan sawit, tanpa potensi pertanian pangan dalam skala yang relevan.
Lalu untuk siapa alat-alat tersebut dibeli? Ke mana barangnya? Jika pun ada, warga mengaku tidak pernah melihatnya.
Sebaliknya, bantuan yang mereka terima hanya datang dari pihak ketiga, yakni Perkebunan Bungga-Bahorok, berupa bibit sawit dan pupuk. Bukan dari alokasi Dana Desa.
Ini bukan sekadar kejanggalan administratif. Ini adalah indikasi kuat penyimpangan anggaran.
Jika barang tak tampak, aktivitas tak terjadi, tapi dana dicairkan, maka dugaan korupsi nyaris tak terbantahkan.
Lebih menyedihkan, Kepala Desa Sei Musam Kendit saat dikonfirmasi wartawan pada Rabu (4/6) melalui pesan WhatsApp memilih bungkam, meski telah membaca pertanyaan.
Diam dalam kasus seperti ini bukanlah netralitas—itu adalah bentuk pengabaian terhadap hak publik untuk tahu.
Padahal, sesuai Permendesa PDTT No. 8 Tahun 2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023, dana desa harus digunakan untuk mendukung program ketahanan pangan yang berbasis potensi dan kebutuhan nyata masyarakat.
Penggunaan DD juga wajib merujuk pada prinsip transparansi, partisipatif, dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Artinya, tidak ada ruang toleransi bagi pembelanjaan fiktif atau program yang tidak sesuai dengan kondisi objektif desa. Apalagi jika anggaran mencapai ratusan juta rupiah.
Masyarakat Sei Musam Kendit kini menuntut keadilan. Mereka mendorong aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan dan Kepolisian, untuk segera melakukan penyelidikan menyeluruh. Kasus ini tak boleh dibiarkan tenggelam begitu saja.
Setiap rupiah uang negara harus dipertanggungjawabkan.Skandal ini menjadi pengingat bahwa pengawasan Dana Desa harus lebih serius.
Tanpa pengawasan ketat dan penegakan hukum yang tegas, Dana Desa akan terus menjadi ladang bancakan oknum aparat desa yang bermain dalam diam.
Rakyat sudah muak. Jika benar 173 juta hilang di ladang fiktif, maka pelakunya harus ditarik ke ruang sidang—bukan ke ruang negosiasi.(yong)