Keterangan gambar hanya ilustrasi.(ist)
Opini : Yong Ganas
Hari yang dinanti segera tiba. Pada 20 Februari 2025, kepala daerah hasil Pilkada 2024 yang tak bersengketa di MK akan resmi dilantik oleh Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta.
Di Langkat, detik-detik menuju pelantikan ini terasa begitu mendebarkan.
Bukan hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi para pejabat di lingkungan pemerintahan daerah.
Di balik gegap gempita kemenangan, suasana di kalangan birokrasi justru dipenuhi bisik-bisik dan teka-teki.
Ada yang optimis menanti perubahan, ada pula yang cemas kehilangan posisi.
Desas-desus perombakan jabatan kian santer terdengar, bahkan bayang-bayang transaksi kekuasaan mulai menyeruak ke permukaan.
Apakah Langkat akan melangkah ke era baru dengan birokrasi yang bersih dan profesional? Ataukah hanya akan menjadi ajang bagi politik balas budi dan bagi-bagi kekuasaan?
Semua mata kini tertuju pada pemimpin terpilih—ke mana arah kebijakan mereka akan membawa Langkat ke depan?
Para Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kini berada dalam situasi “harap-harap cemas.”
Ada yang berharap mendapat promosi atau jabatan baru, terutama mereka yang berjuang di barisan pemenangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih, H. Syah Afandin, SH, dan Tiorita Beru Surbakti. Wajarlah lah.
Namun, tidak sedikit pula yang waswas akan pergeseran posisi atau bahkan kehilangan jabatan.
Kabar yang beredar menyebutkan bahwa beberapa pejabat eselon di lingkungan Pemkab Langkat terancam digeser karena terindikasi mendukung pasangan calon lain dalam Pilkada lalu.
Lebih jauh, rumor tentang pergerakan “calo jabatan” pun mulai mencuat. Ada bisik-bisik bahwa sejumlah posisi strategis mulai dari kepala sekolah, lurah, camat, kepala bidang hingga kepala dinas, menjadi “barang dagangan” di belakang layar.
Bahkan, proyek-proyek yang belum terlihat wujudnya juga dikabarkan mulai diobral.
Jika isu ini benar adanya, tentu menjadi alarm bagi kepemimpinan baru di Langkat. Reformasi birokrasi yang sehat tidak boleh dikotori oleh praktik transaksional.
Jabatan seharusnya diberikan kepada yang berkompeten, bukan kepada yang “membeli” posisi.
Pun demikian dengan proyek pembangunan, yang seharusnya dikelola dengan transparan dan akuntabel demi kepentingan rakyat.
Pemerintahan yang baru harus mampu menunjukkan komitmennya dalam membangun Langkat dengan bersih dan profesional.
Langkah pertama adalah menutup celah bagi praktik jual beli jabatan dan memastikan bahwa perombakan birokrasi dilakukan atas dasar kinerja, bukan karena balas jasa politik.
Harapan masyarakat Langkat kini berada di pundak pemimpin terpilih. Apakah mereka akan menata birokrasi secara profesional, atau justru terjebak dalam politik balas budi? Waktulah yang akan menjawab.(Red)