“Ketika Takhta Tak Menginginkan Raja”

- Kontributor

Senin, 18 November 2024 - 10:34 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kursi singsagana Raja. (Foto ilustrasi)

Opini >> Yong Ganas

Di Negeri Kelayau, gemuruh pemilihan raja semakin memekakkan telinga. Raja Brahmana, yang sebelumnya pernah berkuasa, kini kembali mencalonkan diri.

Namun, kegelisahan menyelimuti dirinya seperti kabut yang enggan pergi.

Dukungan dari belasan partai kerajaan dan tim sukses yang mengaku loyal ternyata tak sepenuhnya menenteramkan hati sang calon raja.

“Apakah mereka benar-benar mendukungku? Atau hanya mencari keuntungan sesaat?” pikir Brahmana, gelisah.

Sang raja yang seharusnya cukup duduk di singgasana, kini turun ke tanah, berkeliling dari satu sudut negeri ke sudut lainnya.

Ia menjual dirinya dengan penuh kegelisahan, seperti anak kecil yang memohon dibelikan mainan.

Di setiap pasar, di setiap balai rakyat, ia meminta doa dan dukungan. Janji-janji bergema, menjanjikan kemakmuran, keadilan, dan perubahan.

Namun, rakyat hanya tersenyum sinis. Mereka mengingat masa lalu Raja Brahmana, ketika ia memerintah Negeri Kelayau beberapa tahun silam.

Alih-alih membawa kemajuan, masa itu dikenang sebagai masa suram. Korupsi merajalela, jabatan diperjualbelikan.

Datuk bandar kecamatan, yang seharusnya seorang ahli pemerintahan, justru dipegang oleh seorang guru, hanya karena sang guru memberikan upeti besar.

“Tak ada yang berubah,” bisik seorang rakyat di sudut pasar. “Janji tinggal janji, Brahmana hanya ingin kembali ke singgasana. Untuk apa? Mengulangi kekeliruan yang sama?”

Meski demikian, ada sebagian rakyat yang bersikap manis di hadapan sang calon raja. Mereka tersenyum lebar, menyambutnya dengan pujian palsu.

Bukan karena percaya, tetapi karena mereka tahu, mendukung Raja Brahmana bisa mendatangkan keuntungan jangka pendek.

Baca Juga :  Editorial Yong Ganas : Negeri Bertuah Yang Tenggelam Dalam Lumpur Korupsi

Di malam yang sunyi, Raja Brahmana duduk sendiri di tenda kecilnya, jauh dari keramaian.

Di tangannya tergenggam surat-surat janji para partai kerajaan. Namun, hati kecilnya tetap berteriak, mempertanyakan segalanya.

“Apakah rakyat benar-benar menginginkanku?” tanya Brahmana pada dirinya sendiri. Jawabannya adalah kesunyian.

Pemilihan semakin dekat, dan kegelisahan itu tak pernah surut. Negeri Kelayau menunggu, diam-diam menyiapkan suara mereka.

Apakah mereka akan memberinya kesempatan lagi? Ataukah rakyat sudah muak dengan drama politik yang tak berujung?

Dan seperti air pasang yang tenang namun membawa gelombang besar, jawaban rakyat mungkin adalah sesuatu yang tak akan pernah ia duga.

Bathin yang Tertekan di Tanah Kelayau

Raja Brahmana duduk di ruang peristirahatannya, memandangi keramaian dari celah tirai tenda.

Di kejauhan, terdengar suara gemuruh rakyat, menggema seperti gelombang yang tak bisa dihentikan.

Suara itu bukan untuknya. Itu adalah sorakan untuk pasangan calon rivalnya, yang semakin hari semakin dipuji dan dielu-elukan.

“Perubahan! Jangan lanjutkan!” Suara rakyat seperti koor lagu, penuh semangat dan harapan.

Di mana-mana, spanduk dan poster dengan slogan “Kita BISA dan harus BISA berubah” terpampang dengan bangga.

Setiap sudut negeri Kelayau tampak penuh dengan wajah optimis, wajah yang mencerminkan harapan baru.

Brahmana menghela napas panjang. Bathinnya semakin tertekan. Ia tahu, suara rakyat bukan lagi miliknya.

Meski belasan partai kerajaan telah berdiri di belakangnya, rasa percaya diri itu memudar.

Baca Juga :  Prahara di Negeri Kelayau: Skandal, Pengkhianatan, dan Takhta yang Goyah

“Mereka bicara perubahan seolah-olah aku tak pernah berbuat apa-apa,” gumamnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Namun, bathinnya menolak berdusta. Ia tahu, masa pemerintahannya dulu penuh cacat.

Kenangan pahit itu kembali menghantui. Ia ingat saat rakyat mulai kehilangan kepercayaan, saat laporan korupsi dan suap-suapan menyeret namanya.

Ia pernah mengira semua itu akan terlupakan, tapi ternyata luka rakyat terlalu dalam untuk sembuh dengan mudah.

Di luar tenda, riuh suara rivalnya semakin terdengar jelas. Sang pasangan calon berbicara dengan rakyat, menjanjikan sesuatu yang berbeda.

“Kita harus berani melawan korupsi, membawa keadilan, dan memprioritaskan kemakmuran rakyat,” ujar rivalnya dengan suara lantang. Setiap kata-kata itu disambut tepuk tangan dan sorak sorai.

Brahmana memejamkan mata, mencoba menutup telinganya dari suara-suara itu. Tapi, gema perubahan terlalu kuat untuk diabaikan.

Hatinya bertanya-tanya, apa yang harus ia lakukan? Bagaimana ia bisa memenangkan hati rakyat yang telah lama kecewa padanya?

Malam semakin larut, tapi tekanan di bathin Brahmana justru semakin berat. Ia tahu, waktu semakin dekat. Pemilihan raja tinggal hitungan hari.

Apakah ia harus menyerah? Ataukah ia masih punya kesempatan untuk membalikkan keadaan?

Namun, dalam kesunyian malam, satu hal menjadi jelas. Negeri Kelayau tak lagi sama. Rakyatnya sudah bangkit, tak ingin terjebak dalam masa lalu yang penuh kepalsuan.

Perubahan yang mereka teriakkan bukan sekadar kata-kata, melainkan harapan yang tak bisa dibendung.

Dan Brahmana tahu, apa pun hasilnya nanti, ia harus bersiap menghadapi konsekuensinya.(Red)

 

 

Follow WhatsApp Channel www.metrolangkat.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

“BUMD Langkat Dibajak? Publik Dipaksa Telan Proses Busuk”
Editorial Yong Ganas : Vonis Bebas Untuk Eka Depari…..
Editorial Yong Ganas : “Mimpi Aidil Ilham Lubis: Anak Bangsa yang Ingin Melawan Kutukan Orang Dalam”
Negeri Kelayau dan Raja Kejab Boh: Hikayat Sebuah Kekuasaan
Gembira Ginting Lawan Fitnah, Selamatkan Pendidikan
“Langkat Bergejolak: Dosa Lama yang Belum Selesai atau Badai Baru yang Sengaja Ditiup?”
“Satresnarkoba Bekerja, Publik Harus Mendukung Bukan Menghakimi”
Editorial Yong Ganas : Dishub Langkat, Jangan Hanya Hadir Saat Menghitung Uang
Berita ini 8 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 23 Juli 2025 - 20:00 WIB

“BUMD Langkat Dibajak? Publik Dipaksa Telan Proses Busuk”

Sabtu, 12 Juli 2025 - 08:51 WIB

Editorial Yong Ganas : Vonis Bebas Untuk Eka Depari…..

Jumat, 11 Juli 2025 - 15:13 WIB

Editorial Yong Ganas : “Mimpi Aidil Ilham Lubis: Anak Bangsa yang Ingin Melawan Kutukan Orang Dalam”

Sabtu, 21 Juni 2025 - 06:58 WIB

Negeri Kelayau dan Raja Kejab Boh: Hikayat Sebuah Kekuasaan

Rabu, 18 Juni 2025 - 11:59 WIB

Gembira Ginting Lawan Fitnah, Selamatkan Pendidikan

Berita Terbaru