Fiksi Politik : Yong Ganas
Di Negeri Kelayau, prahara sedang membumbung di angkasa dalam persiapan pemilihan Raja yang penuh intrik.
Raja yang berkuasa sebelumnya, Raja Kejab Boh, telah memimpin dengan tegas selama bertahun-tahun. Kini, ia ingin kembali mencalonkan diri untuk periode berikutnya.
Namun, kali ini ada syarat baru yang ditetapkan oleh para sesepuh negeri dan hakim kerajaan: siapa pun yang hendak menjadi Raja harus memiliki seorang Wakil Raja.
Ini untuk menjaga agar takhta negeri tidak kosong jika Raja suatu saat berhalangan.
Raja Kejab Boh menyadari bahwa jalan menuju kemenangannya kali ini tidak semulus dulu. Maka, ia merancang strategi baru.
Demi mengamankan posisinya, ia memilih Nande Kurmil, seorang wanita yang sangat berpengaruh di Negeri Kelayau dibagian Hulu sebagai pendampingnya dalam pemilihan.
Nande Kurmil adalah figur yang memikat dengan jaringan yang luas dan mampu mempengaruhi banyak kalangan.
Raja Kejab Boh berharap bahwa dengan menjadikan Nande Kurmil sebagai “Permaisuri” pendampingnya, ia dapat memenangkan hati rakyat dan mempertahankan tahtanya.
Namun, takdir seakan menghalangi ambisinya.
Begitu kabar tentang pencalonan Nande Kurmil sebagai Wakil Raja menyebar, masyarakat yang tadinya mendukung Raja Kejab Boh mulai ragu dan menarik diri.
Bagi rakyat, Nande Kurmil adalah sosok kontroversial.
Keluarganya memiliki reputasi buruk, tersangkut berbagai masalah yang mencurigakan, dan sering dianggap menggunakan kekayaannya dengan cara yang licik.
Rakyat mulai merasa bahwa Raja Kejab Boh hanya mementingkan kekuasaan tanpa peduli pada nama baik atau moralitas pendampingnya.
Dukungan yang dulu mengalir deras kini mulai merosot, bagaikan air hujan yang mengering di tengah terik matahari.
Suara-suara yang dahulu mendukungnya kini merapuh, dan perlahan-lahan mereka berbalik arah.
Di sisi lain, seorang pesaing yang tidak diunggulkan sebelumnya, Hamba Adil, mulai meraih perhatian.
Hamba Adil adalah rakyat biasa yang dikenal karena kejujuran dan kesederhanaannya.
Masyarakat melihatnya sebagai sosok yang bersih, tanpa kepentingan pribadi yang tersembunyi. Seorang rakyat biasa yang selalu membela kepentingan sesama.
Suara yang awalnya mengalir ke Raja Kejab Boh kini berpindah ke Hamba Adil, yang dianggap sebagai harapan baru bagi Negeri Kelayau.
Pendukung Raja Kejab Boh yang kecewa perlahan beralih mendukung Hamba Adil, dan sosoknya menjadi semakin kuat di tengah masyarakat.
Raja Kejab Boh merasa cemas. Ia mencoba mengubah situasi dengan berbagai cara—mengadakan pesta besar, memberi janji manis kepada rakyat, dan menebar bantuan ke berbagai desa.
Namun, semua terasa sia-sia. Kata-katanya yang dahulu menggema kini terdengar hampa.
Upayanya untuk menarik simpati rakyat seakan tak lagi efektif.
Waktu pemilihan semakin dekat, dan semakin banyak suara rakyat yang beralih kepada Hamba Adil.
Raja Kejab Boh mulai merasa bahwa tahtanya kini terancam lepas dari genggamannya.
Pemilihan semakin mendekat, dan masyarakat Kelayau bersiap untuk menentukan siapa yang layak memimpin mereka.
Apakah Raja Kejab Boh akan berhasil mempertahankan takhtanya dengan segala cara yang ia tempuh? Ataukah Hamba Adil, rakyat biasa yang sederhana, akan menjadi Raja yang baru?
Langit Kelayau menyimpan rahasia jawaban dari semua tanya, dan hanya takdir yang tahu siapa yang akan berdiri di puncak singgasana.(***)