Mimpi Buruk Sang Calon Raja Negeri Kelayau

- Kontributor

Sabtu, 7 September 2024 - 08:04 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Opini >>> Yong Ganas

Tidak seperti malam – malam sebelumnya. Malam itu begitu sunyi. Di dalam rumah besar yang megah, seorang calon Raja di Negeri Kelayau bernama Mat Itam duduk sendirian di kursi empuk ruang tamunya. Hatinya gundah,gelisah meski ia baru saja mendapat kabar baik dari pengikutnya.

Dukungan demi dukungan dari partai besar yang ada di Negeri Kelayau hampir 90 % sudah digengamnya. Diantara partai besar itu ada Partai Kemuning , Partai burung pipit, Partai Gajah bengkak, Partai Kerbau dan Partai Bintang Utara datang padanya, memantapkan posisinya sebagai kandidat terkuat dalam Pemilihan Calon  Raja mendatang.

Namun, entah kenapa, malam itu terasa berbeda. Di luar, bulan bersinar terang, tapi dalam tidurnya, Mat Itam tak dapat merasa tenang. Mimpi buruk menyergapnya. Dalam mimpinya Ia melihat dirinya di tengah kerumunan massa yang bersorak-sorai menyebut namanya.

Ia berdiri di atas panggung dengan sorot lampu yang terang benderang, diapit oleh pimpinan partai-partai besar yang mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

Wajah-wajah mereka tersenyum lebar, tapi di mata mereka, ia melihat sesuatu yang aneh. Sesuatu yang membuat bulu kuduknya merinding.

Tiba-tiba, dari sorakan yang membahana itu, muncul bisikan-bisikan.

Awalnya lembut, tapi semakin lama semakin jelas: *“Apakah kamu siap? Apakah kamu pantas?”* Bisikan itu terus menggema di telinganya, membuat dadanya sesak.

Wajah-wajah pimpinan partai mulai memudar, satu per satu meninggalkan panggung tanpa mengatakan apa-apa. Kini, ia berdiri sendirian. Sorotan lampu masih ada, tapi sorakan massa menghilang.

Yang tersisa hanya keheningan, diikuti suara langkah kaki yang berat, seperti seseorang sedang berjalan mendekat.

Dari kegelapan di depan panggung, muncul sosok-sosok yang tak ia kenali. Mereka memakai baju hitam dan wajahnya tak terlihat, tapi Mat Itam bisa merasakan tatapan tajam mereka.

Tangan-tangan mereka terulur, menariknya turun dari panggung. Saat ia jatuh, tubuhnya terasa makin berat, seperti tenggelam dalam lumpur yang tak berujung.

“Ini bukan apa yang kamu inginkan,” suara-suara itu berbisik di dekat telinganya. “Ini yang mereka inginkan. Dan ketika mereka tak lagi butuh, kamu akan jatuh sendiri.”

Mat Itam berusaha melawan, tapi tubuhnya kaku. Di tengah jeritannya yang tak terdengar, ia terbangun. Napasnya terengah-engah, keringat dingin mengucur deras dari dahinya. Ia duduk, memegangi dadanya, merasakan detak jantung yang berpacu cepat.

Baca Juga :  "Gugurnya Dukungan di Negeri Kelayau"

Mata Mat Itam menatap ke jendela, melihat ke luar rumah yang kini tampak sunyi. Di pikirannya, mimpi itu terus berulang, mengingatkannya bahwa meski ia didukung oleh banyak partai, dukungan itu tidaklah gratis.

Di balik senyum dan tangan yang terangkat, selalu ada tuntutan dan harapan yang harus ia penuhi. Dan jika ia gagal, semuanya bisa berubah dalam sekejap. Tak ada yang abadi di politik. Mat Itam merasa seolah berada di jurang antara kekuasaan dan kehancuran.

Dalam benaknya, satu pertanyaan terus terngiang: “ Apakah ia benar-benar siap untuk semua ini…?

Malam itu, meskipun dukungan partai besar menguatkan langkahnya, ketakutan dan kecemasan yang terpendam di dalam hatinya mulai menampakkan wujudnya yang paling menyeramkan.

Mat Itam, sang calon Raja, duduk di ruang kerja yang penuh dengan peta kampanye dan strategi politik yang rumit.

Dukungan politik dan sumber daya melimpah seolah-olah menjamin kemenangan di Pemilihan Raja mendatang. Namun, di balik kilauan dukungan dan gemerlap kampanye, Mat Itam, menyadari ada sesuatu yang semakin menggerogoti harapannya.

Setiap kali ia keluar dari rumah besar untuk menghadiri acara masyarakat, tatapan mata warga tak lagi bersemangat seperti dahulu. Senyum-senyum yang diberikan terlihat kaku, canggung.

Di balik sorakan massa, ada kegelisahan yang sulit ia pahami sepenuhnya. Namun, malam itu, saat ia merenungkan segala yang terjadi, semuanya menjadi jelas.

Bukan hanya karena masyarakat yang mulai jenuh dengan gaya kepemimpinan yang stagnan dan usang, tetapi lebih karena mereka tak lagi percaya pada orang-orang yang ada di sekelilingnya—tim sukses yang mendampinginya, yang dikenal sebagai “ Ring Satu”.

Mereka adalah sosok-sosok yang tak disukai oleh rakyat, terkenal dengan sikap arogan, terkesan hanya memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.

Banyak warga yang mengeluh tentang bagaimana mereka memperlakukan rakyat kecil dengan semena-mena, jauh dari kesederhanaan dan keterbukaan yang pernah dijanjikan Mat Itam, saat pertama kali muncul di panggung politik.

Baca Juga :  Editorial : Yong Ganas, Uang Pemenang Tanpa Lawan di Pilkada Langkat

Dalam mimpi buruk yang sering menghantuinya, Mat Itam melihat dirinya diapit oleh Ring Satu-nya. Setiap dari mereka tersenyum penuh percaya diri, tapi di belakang mereka, bayangan-bayangan warga yang marah tampak mengancam.

Wajah-wajah rakyat tampak kecewa, bibir mereka berbisik, “Bukan kamu, tapi mereka. Kami tak bisa mempercayaimu selama mereka masih di sana.”

Dalam mimpi itu, Mat Itam sering berdiri di atas podium, berpidato penuh semangat, berusaha meyakinkan warga bahwa ia adalah pilihan yang tepat.

Namun, semakin keras ia berbicara, semakin sunyi masyarakat mendengarkannya. Di sisi lain, Ring Satu-nya berbisik pelan di telinganya, “Jangan dengarkan mereka. Fokus pada kemenangan. Rakyat mudah dilupakan. Kami yang akan membawamu ke puncak.”

Tapi Mat Itam  tahu, itu tak benar. Ia merasakan kehadiran rakyat seperti beban berat yang menekan pundaknya. Mereka tidak lagi peduli dengan janji-janji yang muluk atau kampanye yang mewah.

Mereka hanya ingin pemimpin yang sungguh-sungguh mendengarkan dan peduli, bukan hanya boneka politik yang dikuasai oleh orang-orang yang tidak mereka sukai. **Ring Satu**—mereka yang seharusnya melindungi dan membimbingnya—justru menjadi penghalang besar.

Saat terbangun dari mimpi buruknya, Mat Itam tersadar bahwa masalahnya bukanlah hanya pada partai-partai besar atau strategi kampanye yang gagal.

Masalah utamanya adalah kepercayaan. Masyarakat telah jenuh dengan pola kepemimpinan lama yang penuh dengan janji tapi minim aksi.

Dan lebih dari itu, mereka muak dengan wajah-wajah di sekelilingnya, para penasehat dan tim sukses yang membuatnya semakin jauh dari rakyat.

Wajah Mat Itam tampak kusut, kelelahan mental mulai menyergapnya. Ia harus mengambil keputusan besar: apakah ia berani membersihkan lingkaran dalamnya, menggantikan orang-orang yang merugikannya meskipun mereka telah lama bersamanya? Ataukah ia akan tetap membiarkan Ring Satu-nya memimpin jalan menuju kemenangan yang mungkin kosong?

Di benaknya, ia tahu satu hal: jika ia tak segera bertindak, dukungan yang terlihat kokoh bisa runtuh dalam sekejap. Dan ketika itu terjadi, bukan hanya karir politiknya yang hancur, tapi juga mimpi dan harapan yang pernah ia bangun bersama rakyat. ( ***)

Follow WhatsApp Channel www.metrolangkat.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Wartawan “Rinso”: Saat Pena Tak Lagi Mencuci Kebenaran
Smart Board Rp50 Miliar, Siapa Otak di Balik Proyek Gila Ini 
“BUMD Langkat Dibajak? Publik Dipaksa Telan Proses Busuk”
Editorial Yong Ganas : Vonis Bebas Untuk Eka Depari…..
Editorial Yong Ganas : “Mimpi Aidil Ilham Lubis: Anak Bangsa yang Ingin Melawan Kutukan Orang Dalam”
Negeri Kelayau dan Raja Kejab Boh: Hikayat Sebuah Kekuasaan
Gembira Ginting Lawan Fitnah, Selamatkan Pendidikan
“Langkat Bergejolak: Dosa Lama yang Belum Selesai atau Badai Baru yang Sengaja Ditiup?”
Berita ini 12 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 19 Oktober 2025 - 19:17 WIB

Wartawan “Rinso”: Saat Pena Tak Lagi Mencuci Kebenaran

Sabtu, 13 September 2025 - 12:02 WIB

Smart Board Rp50 Miliar, Siapa Otak di Balik Proyek Gila Ini 

Rabu, 23 Juli 2025 - 20:00 WIB

“BUMD Langkat Dibajak? Publik Dipaksa Telan Proses Busuk”

Sabtu, 12 Juli 2025 - 08:51 WIB

Editorial Yong Ganas : Vonis Bebas Untuk Eka Depari…..

Jumat, 11 Juli 2025 - 15:13 WIB

Editorial Yong Ganas : “Mimpi Aidil Ilham Lubis: Anak Bangsa yang Ingin Melawan Kutukan Orang Dalam”

Berita Terbaru