Langkat — Metrolangkat.com
Mimpi pembangunan desa di Langkat berubah jadi ironi. Alih-alih melayani, birokrasi kini diduga berubah jadi mesin pemerasan.
Puluhan desa di Langkat mengeluhkan belum cairnya Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2025. Namun yang lebih menggemparkan: muncul dugaan kuat adanya pungutan liar (pungli) Rp1 juta per desa oleh oknum Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD). Praktik haram ini, jika benar, tidak hanya melanggar moral birokrasi, tapi juga melabrak hukum secara terang-terangan.
Pungutan liar jelas dilarang dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.
Siapa pun yang melakukan pungli bisa dijerat Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dengan ancaman hukuman penjara hingga 9 tahun.
Bahkan, dalam konteks pejabat publik, perbuatan ini juga melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi: “Pegawai negeri yang memaksa seseorang memberikan sesuatu dengan kekuasaan atau kewenangannya, diancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.”
Lebih parah lagi, Dana Desa itu sendiri adalah hak rakyat, diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mengamanatkan bahwa dana itu wajib digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa, bukan untuk mengisi kantong oknum.
Fakta di lapangan kian memprihatinkan. Hingga April 2025, ADD baru cair 25% — setara gaji tiga bulan. BLT mandek. Desa-desa di Salapian, Selesai, Bahorok, hingga Serapit menjerit. Lebaran terlewati tanpa penghasilan.
Sejumlah perangkat desa, meski takut disebut namanya, mengungkapkan bahwa oknum pejabat berinisial Ardi (Kabid Pemdes) diduga meminta “uang pelicin” Rp1 juta agar proses pencairan DD mereka dipercepat. Uang itu disisipkan ke dalam berkas pengajuan yang dikirimkan sebelum Lebaran.
Lebih mencurigakan, saat dikonfirmasi, Kadis PMD Nuryansyah Putra malah menghindar dari awak media, dan Ardi memilih bungkam lewat WhatsApp.
Maka wajar jika kini publik bertanya: Dana Desa ini untuk membangun, atau untuk diperas?
Siapa yang bermain, siapa yang diam, siapa yang kenyang?
Kalau dugaan ini benar, kita sedang menyaksikan wajah birokrasi yang rakus dan keji: memperjualbelikan hak rakyat kecil demi uang haram. Penegak hukum, dari Kejaksaan hingga KPK, harus segera turun tangan. Pungli berbaju prosedur bukan sekadar pelanggaran, tapi pengkhianatan terhadap rakyat.
Pemerintahan yang bersih harus dimulai dari membersihkan para pemalak ini.Langkat butuh perubahan. Dan perubahan itu harus dimulai sekarang — dari Dinas PMD!.(red)