Foto : Puluhan warga Desa Pancowarno menuntut Universitas Sumatera Utara (USU) segera membayarkan hak masyarakat atas lahan yang telah digunakan selama 39 tahun.(Aspipin)
MEDAN | METROLANGKAT.COM
Puluhan warga Desa Poncowarno menuntut Universitas Sumatera Utara (USU) segera membayarkan hak masyarakat atas lahan yang telah digunakan selama 39 tahun.
Warga mengaku perjuangan menagih hak tersebut kerap berujung intimidasi hingga ancaman pidana.
Koordinator Masyarakat Desa Poncowarno, Aspipin Sinulingga, menjelaskan bahwa sejak 1986 USU mengambil alih sekitar 300 hektare ladang milik warga Desa Pamah Tambunan, Kecamatan Salapian, Kabupaten Langkat (kini Desa Poncowarno).

Saat itu, USU menjanjikan ganti rugi dan sistem bagi hasil dengan alasan lahan akan dijadikan perkebunan percobaan, penelitian, dan pendidikan mahasiswa.
Namun kenyataannya, lahan tersebut berubah menjadi perkebunan sawit komersial.
“Namanya perkebunan percobaan, tapi isinya sawit semua dan hasilnya dijual.
Tidak pernah ada mahasiswa penelitian ke sana,” ujar Aspipin, Selasa (16/12/2025).
Ia menyebut total lahan perkebunan mencapai sekitar 500 hektare, dengan 300 hektare di antaranya milik warga.
Sejak mulai berproduksi pada 1990, hasil sawit tidak pernah dinikmati masyarakat.
Bahkan, Aspipin meragukan laporan produksi yang disebut hanya sekitar 100 ton per bulan dari lahan seluas itu.
Upaya warga menagih janji, lanjut Aspipin, justru dihadapkan pada tekanan dari berbagai pihak. “Warga diancam, ditakut-takuti, bahkan disebut melawan negara,” katanya.
Pada 2003, melalui fasilitasi Datuk Lelawangsa, dilakukan audiensi dan inventarisasi lahan.
Hasilnya disepakati bahwa 176,56 hektare merupakan milik 56 kepala keluarga dan harus dibayarkan ganti ruginya oleh USU.
Bahkan pada 2005, USU disebut telah menyurati Camat Salapian dan menyatakan dana pembayaran sudah tersedia. Namun hingga kini, warga mengaku belum menerima sepeser pun.
Aspipin juga membantah klaim USU yang menyebut ganti rugi telah dibayarkan.
Dari data yang diterima warga, hanya 10 penerima yang benar-benar warga setempat, sementara sisanya disebut merupakan pegawai USU.
“Kami pegang datanya. Ini jelas pelanggaran hukum,” tegasnya.
Sementara itu, Kasubag Inventarisasi dan Penghapusan Aset USU, Harun Zulfanudin, menyatakan warga belum pernah menunjukkan alas hak kepemilikan tanah sebagaimana diminta pihak kampus.
Menurutnya, USU telah mengantongi sertifikat hak pakai dari BPN.
Menanggapi hal tersebut, Aspipin menegaskan data kepemilikan warga sudah lama dipegang USU dan telah melalui proses inventarisasi sebanyak tiga kali.
“Tahun 1986 mana ada SHM atau SK Camat seperti sekarang. Data itu sudah disepakati,” katanya.
Aspipin menutup dengan menegaskan warga akan terus menuntut haknya.
“Sampai kapan pun, kami dan anak cucu kami akan tetap menuntut keadilan atas tanah kami,” pungkasnya.(Aspipin)
















