Binjai – metrolangkat.com
Tiopan Tarigan terus berjuang mencari keadilan atas meninggalnya ibunya, Rantam br Ketaren, di RSUD DR. Djoelham Binjai. Pada Jumat (14/3), ia kembali mendatangi Kantor Balai Kota Binjai untuk meminta rekaman CCTV di beberapa titik rumah sakit tersebut yang dapat menjadi bukti terkait kejadian pada Sabtu (15/2) lalu.
Saat bertemu dengan Kepala Inspektorat Kota Binjai, Drs. Eka Edi Syahputra, Tiopan menegaskan bahwa rekaman CCTV dari parkiran, jalur menuju ruang Hemodialisa, dan ruangan perawatan sangat penting untuk mengungkap kebenaran. Ia juga khawatir rekaman tersebut dihapus oleh oknum tertentu atau terhapus otomatis oleh sistem.
“Ini masalah nyawa manusia. Saya berharap Kepala Inspektorat dapat memberikan duplikat rekaman CCTV tersebut,” ujar Tiopan.
Eka Edi Syahputra menyatakan bahwa pihaknya akan menggelar rapat terlebih dahulu pada pukul 14.00 WIB. Namun, pertemuan tersebut diwarnai perdebatan antara keduanya.
Tidak berhenti di situ, Tiopan juga mendatangi RSUD DR. Djoelham Binjai untuk menemui Plt. Direktur RSUD, dr. Romy A. Lukman. Namun, menurut Tiopan, direktur tidak kooperatif dan tiba-tiba meninggalkan ruangan saat pertemuan berlangsung.
Dugaan Malapraktik di RSUD Djoelham Binjai
Sebelumnya, dugaan malapraktik di RSUD DR. Djoelham Binjai telah mencuat dan menjadi perbincangan di media sosial. Rantam br Ketaren (75) meninggal dunia usai menjalani cuci darah kedua di ruang Hemodialisa pada 15 Februari 2025.
“Ibu saya pertama kali cuci darah pada 12 Februari dan yang kedua pada 15 Februari. Namun, setelah prosedur cuci darah kedua, ibu saya meninggal dunia,” kata Tiopan.
Tiopan mengaku sedang berada di luar rumah sakit untuk membeli perbekalan ketika mendapat kabar dari kakaknya bahwa ibunya meninggal. Saat kembali ke rumah sakit, ia melihat mobil pemadam kebakaran berada di lokasi dan selang air dimasukkan ke dalam ruang Hemodialisa.
“Saya melihat dada ibu saya ditekan-tekan oleh tim medis. Saya juga mendengar suara alarm berbunyi dengan lampu merah berkedip di mesin HD yang bertuliskan ‘No Water’. Petugas medis mengatakan bahwa air sedang diisi kembali,” beber Tiopan.
Ia menduga bahwa ibunya meninggal akibat kekurangan air dalam proses cuci darah. Berdasarkan informasi dari aplikasi Meta AI, kekurangan air dalam prosedur cuci darah dapat menyebabkan komplikasi serius hingga kematian.
Upaya Hukum dan Laporan ke Berbagai Pihak
Merasa ada kejanggalan, Tiopan telah melayangkan surat ke DPRD Binjai untuk meminta Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait kasus ini, namun belum ada respons. Ia juga telah mengadukan pelayanan RSUD DR. Djoelham ke Ombudsman Perwakilan Medan.
“Saya mengadukan pelayanan publik yang buruk, seperti lift yang hanya beroperasi hingga pukul 18.00 WIB, pencahayaan redup, serta air kamar mandi yang kuning dan berbau,” ujarnya.
Terkait langkah hukum, Tiopan menyatakan masih menunggu itikad baik dari pihak rumah sakit dalam dua hingga tiga hari ke depan. Sementara itu, pihak RSUD DR. Djoelham Binjai masih belum memberikan keterangan resmi terkait kasus ini.(Kus)