Editorial: Yong Ganas
Pilkada Langkat 27 November 2024 telah usai. Masing-masing kontestan sudah mengetahui hasil suara mereka.
Meski secara resmi belum diumumkan oleh lembaga penyelenggara, pemenang dalam pemilihan orang nomor satu dan dua di Negeri Bertuah ini sudah dapat dipastikan siapa pemenangnya.
Namun, ada kenyataan pahit yang tidak bisa diabaikan: bukan visi-misi atau integritas yang menentukan, melainkan uang.
Pertanyaannya, sampai kapan uang harus menjadi panglima di antara kita? Sampai kapan demokrasi kita akan terus tercabik oleh politik transaksional?
Hari ini, kita dihadapkan pada dilema moral yang menyakitkan: haruskah kita mengucapkan selamat kepada uang atas kemenangannya?
Atau kepada pasangan calon yang keluar sebagai juara, meskipun kemenangan itu diraih dengan cara yang mengorbankan marwah demokrasi?
Proses telah berjalan, keputusan sudah jelas, dan hasil sudah diketahui. Mau tidak mau, kita harus mengucapkan selamat kepada mereka yang terpilih.
Harapan tetap ada, walaupun terasa getir: semoga mereka yang terpilih mampu merubah keadaan yang tidak baik ini menjadi lebih baik di masa depan.
Namun, harapan itu, sayangnya, sering kali tak lebih dari sekadar kata-kata.
Realita menunjukkan bahwa mengharapkan perubahan dari sistem yang lahir dari praktik kotor adalah seperti menunggu hujan di musim kemarau.
Pilkada ini menjadi refleksi pahit bagi kita semua.
Demokrasi yang seharusnya menjadi pesta rakyat berubah menjadi arena transaksi. Uang menjadi panglima, dan rakyat hanya menjadi objek.
Jika siklus ini terus berlanjut, kita akan terus menyaksikan masa depan daerah ini tergadai demi kepentingan sesaat.
Kita patut bertanya pada diri sendiri: Apakah ini demokrasi yang kita inginkan? Demokrasi yang dibangun bukan di atas kepercayaan, tetapi di atas lembaran rupiah?
Selamat kepada yang menang, tapi ingat: kemenangan yang sejati adalah ketika rakyat memilih dengan hati, bukan karena uang.
Dan tugas kita ke depan adalah memastikan bahwa harapan tidak lagi menjadi sesuatu yang “tak bisa diharap.”
Langkat membutuhkan perubahan yang nyata, bukan sekadar janji yang dibalut oleh transaksi.
Semua telah usai mari kita kembali dengan kesibukan sambil membangun Langkat dengan cara masing-masing.(red)