Gambar tenaga honorer yang nasibnya tidak menentu. Ada ratusan honorer di Kabupaten Langkat belum mendapatkan kepastian nasibnya.(poto ilustrasi)
Langkat – Metrolangkat.com
Pemerintah Kabupaten Langkat kembali menjadi sorotan. Dugaan praktik pengalihan tenaga honorer non-database Badan Kepegawaian Negara (BKN) 2022 ke sistem outsourcing menimbulkan pertanyaan besar: Apakah ini langkah administratif yang sah atau upaya terselubung untuk menutupi praktik pungutan liar (pungli)?
Rentang Oktober 2023 hingga 2025, penerimaan ratusan tenaga honorer di berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab Langkat menjadi polemik. Sejumlah tenaga honorer yang sebelumnya sempat dirumahkan, kini dikabarkan dipanggil kembali untuk bertugas. Namun, informasi yang berkembang menyebutkan bahwa mereka tidak lagi berstatus honorer biasa, melainkan akan dialihkan ke sistem outsourcing.
Langgar Regulasi ASN?
Penerimaan ratusan tenaga honorer dalam kurun waktu tersebut diduga kuat menabrak regulasi yang telah ditetapkan. Pasal 65 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang disahkan pada 31 Oktober 2023, secara tegas membatasi pengangkatan tenaga honorer baru di instansi pemerintahan.
“Kabarnya honorer di luar database BKN dipanggil lagi, mereka mau dialihkan ke outsourcing. Tapi untuk honorer yang masuk pada Januari 2025 tetap dirumahkan karena mereka tidak bisa di-outsourcing-kan. Itu kabar yang saya dengar dari rekan-rekan,” ujar salah satu narasumber yang enggan disebutkan namanya.
Jika rencana ini benar terjadi, pengalihan tenaga honorer ke sistem outsourcing tanpa seleksi profesional bisa berdampak besar pada anggaran daerah. Sistem outsourcing yang diatur dalam perjanjian dengan perusahaan penyedia tenaga kerja memerlukan biaya lebih tinggi dibandingkan sistem honorer konvensional.
Beban APBD dan Potensi Pemborosan Anggaran
Saat ini, tenaga honorer di Pemkab Langkat menerima honor sekitar Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per bulan. Namun, jika dialihkan ke sistem outsourcing, biaya tersebut melonjak signifikan. Berdasarkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Langkat 2025 yang ditetapkan sebesar Rp3.134.660, estimasi biaya per tenaga outsourcing bisa mencapai Rp4 juta hingga Rp6 juta per bulan, termasuk tunjangan seperti THR, gaji ke-13, serta perlindungan jiwa dan kesehatan yang menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa tenaga kerja.
Ironisnya, skema pengalihan ini bertepatan dengan laporan mengenai dugaan pungli dalam perekrutan tenaga honorer baru. Seorang narasumber menyebutkan bahwa tenaga honorer baru sering kali direkrut menggantikan honorer lama yang telah lolos seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Misalnya ada tujuh orang honorer yang lulus PPPK di satu dinas, dalam waktu singkat jumlah yang sama masuk sebagai tenaga honorer baru,” jelas sumber tersebut.
Indikasi Pungli dalam Perekrutan Honorer?
Lebih jauh, investigasi mengarah pada dugaan praktik pungli dalam penerimaan tenaga honorer baru. Besaran pungutan yang ditengarai berkisar antara Rp30 juta hingga Rp45 juta per orang. Diduga, ada oknum di sejumlah SKPD yang aktif merekrut tenaga honorer baru demi memperoleh keuntungan dari setoran tersebut.
Dugaan pungli ini menjadi faktor utama mengapa Pemkab Langkat berusaha mengalihkan tenaga honorer non-database BKN 2022 ke outsourcing. Dengan sistem ini, pemerintah daerah tidak perlu lagi menangani langsung tenaga honorer yang direkrut secara tidak sah, sehingga praktik pungli tidak mudah terungkap oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
“Kemungkinan besar mereka dialihkan ke outsourcing agar tidak ada lagi pihak yang menuntut pengembalian uang pungli yang sudah diberikan kepada oknum perekrut,” tambah sumber yang sama.
Menanti Klarifikasi Pemkab Langkat
Munculnya dugaan pungli dan pengalihan tenaga honorer ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat dan pegawai yang terdampak. Redaksi saat ini tengah berupaya menghubungi pihak terkait di Pemkab Langkat guna mendapatkan konfirmasi dan penjelasan resmi mengenai persoalan ini.
Apakah pengalihan tenaga honorer ke outsourcing ini benar-benar merupakan strategi efisiensi anggaran, atau justru merupakan siasat untuk menutupi pelanggaran rekrutmen tenaga honorer? Publik menanti transparansi dari Pemkab Langkat. (red)