Rumah dinas Kerajaan Kelayau ( photo ilustrasi)
Opini >> Yong Ganas
Kerajaan Kelayau, sebuah kerajaan yang kaya akan sejarah dan tradisi, tengah diliputi keganjilan yang terus menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakatnya.
Setiap kali seorang raja dinobatkan, ada satu hal yang selalu menjadi teka-teki: mengapa para raja tidak pernah tinggal di rumah dinas yang telah disediakan di dekat Istana Kerajaan?*
Rumah dinas sang Raja, yang berdiri megah dan mewah, tampak seperti simbol kemewahan kerajaan, namun entah mengapa, tak satu pun raja yang terpilih mau bermalam di sana.
Tak hanya itu, rumah dinas untuk Menteri Kerajaan dan Ketua Parlemen yang tak kalah megahnya juga mengalami nasib serupa.
Bangunan-bangunan ini, meskipun diperindah setiap tahunnya dengan pajak penghasilan rakyat, tetap kosong tak berpenghuni.
Misteri ini membuat masyarakat Kelayau bertanya-tanya. Ada yang mengatakan bahwa rumah-rumah dinas tersebut mungkin dihuni oleh kekuatan mistis yang tak kasat mata, sementara yang lain menduga ada alasan politik di balik ketidaknyamanan para pejabat untuk menempati rumah-rumah tersebut.
“Mengapa rumah-rumah ini terus dirawat jika tidak ada yang tinggal? Padahal, dana yang digunakan untuk mempercantik bangunan-bangunan itu berasal dari pajak yang kami bayarkan,” keluh seorang warga Kelayau.
Pada setiap masa pergantian raja, harapan masyarakat selalu sama: semoga Raja yang baru nantinya bersedia tinggal di rumah dinasnya.
“Kami ingin Raja tinggal di sana agar lebih dekat dengan rakyatnya, bisa mendengar keluh kesah kami, dan melihat langsung kondisi hidup kami sehari-hari,” tambah warga lain.
Pemilihan Raja kali ini pun tak lepas dari harapan besar masyarakat. Mereka berharap, raja yang terpilih nantinya akan membawa perubahan, tidak hanya dalam hal kepemimpinan, tetapi juga berani menyingkap tabir misteri yang menyelimuti rumah dinas tersebut.
Mungkinkah ada sesuatu yang disembunyikan? Atau sekadar mitos yang diturunkan dari generasi ke generasi?
Dengan semakin dekatnya pemilihan Raja, suara-suara masyarakat Kelayau semakin lantang, menuntut transparansi dan keberanian.
Mereka ingin Raja yang bersedia menempati rumah dinasnya, mendengarkan jeritan hati rakyat, dan membawa Kerajaan Kelayau ke arah yang lebih baik.
Namun hingga saat itu tiba, misteri rumah dinas yang kosong tetap menjadi bayang-bayang dalam sejarah kerajaan ini.
Apa yang sebenarnya terjadi di balik pintu-pintu megah itu? Hanya waktu yang bisa menjawab.
Bila saja Raja mau menetap atau menempati rumah Dinas Kerajaan, pastilah Raja tau apa yang dibutuhkan masyarakatnya.
Saat malam tiba, di sepanjang trotoar di sekitar istana, rakyat Kelayau menggelar dagangan mereka.
Para pedagang kecil bekerja keras hingga larut, menjual makanan, pakaian, dan berbagai kebutuhan sehari-hari demi menghidupi keluarga.
Namun, tanpa kehadiran Raja di rumah dinasnya, pemandangan ini tak pernah disaksikan langsung oleh sang penguasa.
Hal ini menimbulkan jarak yang nyata antara Raja dan rakyatnya. Sang Raja, yang seharusnya menjadi telinga dan mata bagi masyarakatnya, tak pernah merasakan beratnya beban yang mereka pikul.
Ia tak pernah menyaksikan sendiri perjuangan rakyatnya menghadapi kerasnya kehidupan.
“Jika Raja tinggal di rumah dinasnya, ia akan tahu betapa sulitnya hidup kami. Bagaimana kami bekerja keras hingga malam hanya untuk bisa bertahan hidup,” ujar seorang pedagang kaki lima dengan penuh harap.
Masyarakat pun berharap, dengan adanya pemilihan Raja yang baru, tradisi ini akan berubah.
Mereka ingin seorang Raja yang tidak hanya memimpin dari balik istana, tetapi yang juga hadir di tengah-tengah kehidupan rakyatnya, melihat dan merasakan langsung kesulitan yang mereka hadapi setiap hari.
Dengan harapan besar, rakyat Kelayau menantikan Raja yang berani memutus tradisi lama dan tinggal di rumah dinasnya.
Hanya dengan demikian, mereka percaya, suara mereka akan didengar, dan sang Raja akan memahami benar beban yang mereka pikul demi menghidupi keluarga di bawah bayang-bayang megahnya Istana Kerajaan Kelayau. ( ***)